Sunday, June 22, 2008

Renungan Saya Hari Ini

Ini adalah sebuah cerita yang saya peroleh dari kertas hasil print yang dibawa papa pulang ke rumah. Email yang dikirimkan oleh seorang rekan kerja papa. Mungkin berasal dari hasil searching atau email seseorang. Tidak terlalu penting dari siapa pengirimnya melainkan lebih penting isi cerita dan makna yang saya dapat.

Klik di sini , jika ingin membaca cerita penuh teladan itu.**

Silahkan baca selanjutnya...

Ketika membaca 3 lembar kertas tersebut, entah kenapa saya merinding. Seolah meresap dan mengalir pada darah saya bulir indah yang saya dapatkan dari kisah itu.
Mengingatkan saya pada peristiwa yang berulang kali terjadi dalam kehidupan nyata saya di Solo. Tepatnya ketika saya melewati perempatan Jebres dekat rel kereta menuju ke arah kos saya. Lebih mudahnya dari arah rel kereta Jebres belok ke arah RSUD dr. Moewardi Surakarta. Di perempatan itulah, di bawah lampu traficlight setiap malam seorang bapak tua mengenakan sarung, kemeja lusuh dan berpeci duduk di trotoar pembatas jalan. Pengemis tua. Setiap kali melihatnya hati saya miris tak karuan seakan ingin berontak dan menangis. Kadangkala jika saya tak tahan lebih baik saya menghindar dan pura-pura tidak melihatnya. Bukan karna saya tak ingin memberi bapak tua sesuatu. Setelah saya membaca kisah tadi saya merasa sangat malu dengan sikap saya yang terlalu angkuh. Betapa tidak, ketika saya hanya memberikan uang seadanya karena saya malas mengambil uang atau apa yang saya bawa untuk bisa diberikan. Padahal uang saku saya pun lebih dari cukup. Jika hanya memberi pun tidak akan berkurang ataupun mengurangi jatah membiayai hidup saya sebagai anak kos.
Dasa bodoh!! Pikir saya begitu. Ketika saya menyadari telah beberapa kali selalu mengurungkan niat memberikan makanan yang menjadi makan malam saya untuk bapak pengemis tua itu. Kenapa saya begitu jahat dan pura-pura gak peduli??
Lebih jahat lagi saat saya masih disibukkan dengan pikiran “siapa sih yang tega-teganya menaruh bapak tua itu di jalanan yang dingin dan berdebu?” Pertanyaan saya itu hanya berputar-putar di otak tanpa menghasilkan apapun dan tak ada tindakan apapun dari saya selain melemparkan sedikit uang yang memang ada di kantong jaket. Jika kantong tak ada uang sama sekali maka saya lebih memilih berpura-pura tidak melihat supaya hati saya ini tidak menjerit.
Ternyata, apa yang saya lakukan pun masih sangat jauh dari Mas Ajy dalam kisah tadi. Betapa mulianya Mas Ajy yang hidup dengan uang pas-pas an tapi masih bisa menyisihkan untuk bersedekah dalam kehidupan sehari-hari.
Saya sangat bersyukur seperti yang dialami seorang yang berbincang dengan mas Ajy. Jauh lebih bersyukur ketika Tuhan mempertemukan saya dengan 3 lembar kertas itu yang tergeletak di atas meja tamu. Tepatnya Allah lah yang membuat hati saya tergerak kemudian motorik saya bekerja dengan mengambil kertas itu lalu membacanya sebab sudah dari kemarin saya melihatnya tapi belum kepikiran untuk membacanya.
**Dan kepada empunya kisah tadi, jika membaca tulisan ini..saya ingin sekali mengucapkan terimakasih kepada anda yang telah menuliskan dan membagi pengalaman anda pada banyak orang. Sebab ilmu yang diamalkan tidak akan berkurang ataupun hilang melainkan akan bertambah dan menjadi bekal sampai akhir nanti.

No comments:

Post a Comment